top of page

Hari Batik Nasional

Berbagai Ritual di Hari Raya Nyepi

Ritual Nyepi dimulai dari pukul 06.00 pagi hingga 06.00 pagi keesokan harinya sesuai hitungan waktu setempat. Di Bali sendiri, sebagai kota dengan penganut agama Hindu terbanyak di Indonesia pelaksanaan Nyepi lebih khidmat lagi karena semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara Internasional pun tutup, namun tidak untuk rumah sakit.

Sama seperti perayaan hari raya keagamaan lainnya, Nyepi juga memiliki rangkaian kegiatan yang wajib di lakukan umat Hindu yaitu berikut ini baik sebelum hari raya Nyepi dan sesudahnya:

  • Melasti

Upacara ini dilakuka tiga atau dua hari sebelum Nyepi, umat Hindu melakukan Penyucian dengan melakukan upacara Melasti atau disebut juga Melis/Mekiyis.

Pada hari itu, segala sarana persembahyangan yang ada di Pura (tempat suci) diarak ke pantai atau danau untuk dibersihkan atau disucikan.

Bagi umat Hindu, laut atau danau adalah sumber air suci (tirta amerta) dan dipercaya dapat menyucikan segala leteh (kotor) di dalam diri manusia dan alam. Kemudian, di sekitar laut atau danau itu pula umat Hindu akan melakukan sembahyang bersama.

Di Bali sendiri, ada Pantai Sanur, Pantai Klotok, dan Pantai Candidasa yang sering dijadikan tempat untuk prosesi Melasti.

  • Upacara Buta Yadnya

Satu hari sebelum Nyepi yaitu pada 'tilem sasih kesanga' (bulan mati ke-9), seluruh umat Hindu melaksanakan upacara Buta Yadnya.

Makna dari upacara Buta Yadnya ini ditujukan kepada Sang Buta Raja, Buta Kala dan Batara Kala, dengan memohon supaya mereka tidak mengganggu umat. Dikalangan masyarakat Hindu, Buta Kala dianggap akan menimbulkan penyakit, malapetaka, dan kematian.

Saat upacara Buta Yadnya, seluruh masyarakat dari segala tingkatan akan mengambil salah satu caru (semacam sesajian) menurut kemampuannya.

Upacara Buta Yadnya itu masing-masing bernama Pañca Sata (kecil), Pañca Sanak (sedang), dan Tawur Agung (besar). Tawur atau pecaruan sendiri merupakan penyucian atau pemarisuda Buta Kala, dan segala leteh (kekotoran) diharapkan sirna semuanya.

Caru yang ada di rumah masing-masing terdiri dari nasi manca (lima) warna berjumlah sembilan tanding/paket beserta lauk pauknya, seperti ayam brumbun (warna-warni) disertai tetabuhan arak/tuak.

  • Ngerupuk/Pengerupukan (Pawai Ogoh-ogoh)

Prosesi tawur atau pecaruan biasanya diikuti oleh upacara pengerupukan (ngerupuk). Dibagian ini, umat Hindu akan melakukan beberapa ritual.

Di antaranya adalah menyebar nasi tawur, mengobori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh.

Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar. Di Bali, pengerupukan biasa dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh.

Ogoh-ogoh merupakan perwujudan Buta Kala yang diarak keliling desa dan kemudian dibakar di atas api unggun. Tujuannya sama yaitu untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar. Biasanya, ogoh-ogoh digambarkan berupa boneka raksasa yang terbuat dari kertas dan bambu.

  • Hari Raya Nyepi

Keesokan harinya yaitu pada pinanggal pisan, sasih Kedasa (tanggal 1, bulan ke-10), tibalah Hari Raya Nyepi sesungguhnya.

Pada hari ini, suasana akan terasa seperti kota mati. Tidak ada kesibukan aktivitas pada umumnya. Di hari ini, umat Hindu akan melaksanakan 'Catur Brata' Penyepian.

Catur Brata Penyepian meliputi 3 aturan Hari Raya Nyepi, yakni amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak bekerja), dan amati lelanguan (tidak berfoya-foya).

Dalam Catur Brata Penyepian ini ada beberapa hal yang biasa dilakukan umat Hindu, yaitu:

  • Brata: mengekang hawa nafsu seperti berpuasa.

  • Yoga: hubungan jiwa dengan paramatma/Tuhan.

  • Tapa: latihan ketahanan menderita.

  • Samadi: manunggal kepada Tuhan yang tujuan akhirnya adalah kesucian lahir batin.

Semua itu menjadi kewajiban bagi umat Hindu agar memiliki kesiapan batin untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan pada tahun yang baru.

  • Ngembak Geni (Ngembak Api)

Rangkaian terakhir dari perayaan Tahun Baru Saka/Hari Suci Nyepi adalah hari Ngembak Geni yang jatuh pada 'pinanggal ping kalih' (tanggal 2) sasih kedasa (bulan ke-10).  Pada hari ini, Tahun Baru Nyepi sudah memasuki hari kedua. Umat Hindu akan melakukan Dharma Santi (silaturahmi), dari siang hingga sore hari.

Dharma Santi dilakukan dengan keluarga besar dan tetangga, mengucap syukur dan saling maaf memaafkan (ksama) satu sama lain untuk memulai lembaran tahun baru yang bersih. Inti Dharma Santi adalah filsafat Tattwamasi yang memandang semua manusia di seluruh penjuru Bumi sebagai ciptaan Ida Sanghyang Widhi Wasa.

Karena itu, setiap manusia hendaknya saling menyayangi satu dengan yang lain, memaafkan segala kesalahan dan kekeliruan, serta hidup damai dan rukun.

  • Omed-omedan

Bersamaan dengan hari Ngembak Geni, ada tradisi unik turun-temurun bernama Omed-omedan yang hanya bisa ditemui di daerah Sesetan, Denpasar. Tradisi Omed-omedan biasanya diikuti oleh para pemuda-pemudi setempat yang belum menikah dari usia 17 hingga 30 tahun.

Omed-omedan dimulai dengan sembahyang bersama. Lalu, akan dibagi dua kelompok yaitu laki-laki dan perempuan. Kedua kelompok ini akan berdiri berhadapan. Nantinya, kedua kelompok ini tarik-menarik, berpelukan, dan berciuman pipi sambil disiram air oleh semua masyarakat yang hadir.

Namun sebelum itu, semua peserta Omed-omedan diwajibkan mengikuti upacara atau sembahyang di Pura Banjar.

  • Mebuug-buugan

Tradisi Mebuug-buugan juga dilakukan oleh warga Desa Adat Kedonganan, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung.

Tradisi ini diambil dari kata 'buug', artinya tanah atau lumpur untuk membersihkan diri saat menyambut tahun yang baru.

Sesuai namanya, dalam tradisi Mebuug-buugan, setiap orang akan mengotori badan mereka dengan lumpur. Jadi bisa dibilang, ini seperti perang lumpur. Perang lumpur ini boleh diikuti oleh kaum laki-laki maupun perempuan dari semua usia.

Setelah kotor-kotoran dengan lumpur, semua peserta akan berjalan menuju pantai di bagian Barat untuk membersihkan diri. Meski terkesan aneh, tradisi Mebuug-buugan sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan masih dilestarikan, setelah sempat terhenti selama 60 tahun dan mulai ramai lagi pada tahun 2015.

Hak Cipta © 2020 Universitas MH Thamrin.  Jl. Bangka Raya No. 2 Mampang, Jakarta, Indonesia. (021) 7192206

  • Instagram
  • YouTube
  • Twitter
bottom of page