top of page

INTERNASIONAL MENGENANG PERDAGANGAN BUDAK DAN PENGHAPUSANNYA

Setiap tahun pada tanggal 23 Agustus, masyarakat internasional memperingati Hari Internasional Peringatan Perdagangan Budak dan Penghapusannya. Monumen ini didirikan oleh UNESCO untuk memperingati orang-orang yang menderita tragedi perdagangan budak dan membayar upeti kepada mereka yang telah bekerja keras untuk menghapuskan perdagangan budak dan perbudakan di seluruh dunia. Segala bentuk perdagangan manusia dan perbudakan sangat ditentang oleh dunia karena tidak sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Meskipun Indonesia telah mengadopsi instrumen hak asasi manusia internasional dalam kebijakan publiknya, perdagangan manusia dan perbudakan masih ada dalam berbagai bentuk. Menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), Indonesia merupakan salah satu negara sumber terbesar bagi korban perdagangan manusia domestik dan lintas batas.

Tidak hanya di Negara berkembang, Negara maju seperti Amerika Serikat pun demikian. Menteri Luar Negeri Amerika, mengakui bahwa di Amerika masih kerap terjadi praktek global perdagangan manusia. Apalagi di Negara kita Indonesia. Banyak sekali kasus-kasus perbudakan yang terjadi. Banyak TKI-TKI yang disiksa, di aniaya, tidak digaji, tidak diperlakukan selayaknya manusia. Berarti penghapusan perbudakan yang sudah di mulai oleh Inggris pada tanggal 23 Agustus 1833 lalu masih belum bisa terealisasikan secara menyeluruh, bukan? Kini, faktor utama penyebab perbudakan adalah meluasnya ketidakadilan di berbagai belahan negara yang semakin diperparah oleh faktor krisis.

Negara-negara anggota UNESCO mengadakan berbagai kegiatan pada hari ini setiap tahun, mengundang kaum muda, pendidik, seniman dan cendekiawan untuk berpartisipasi. Sebagai bagian dari tujuan proyek lintas budaya UNESCO "Slave Road", ini adalah kesempatan untuk secara kolektif mengenali dan memperhatikan "penyebab, metode, dan efek historis" perbudakan. Selain itu, ia meletakkan dasar untuk analisis dan dialog yang mengarah pada interaksi perdagangan manusia transatlantik antara Afrika, Eropa, Amerika, dan Karibia.

Perdagangan budak dulu sering dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kekuasaan akan sesuatu. Maka dari itu PBB kini telah menetapkan 23 Agustus sebagai International Day for the Remembrance of the Slave Trade and its Abolition atau dikenal sebagai Hari Mengenang Perdagangan Budak Sedunia.

Selama lebih dari 400 tahun, sebanyak 15 juta pria, wanita dan anak-anak menjadi korban dari perdagangan budak tragis, salah satu kejadian kelam dalam sejarah manusia.

 

Hari Mengenang Perdagangan Budak Sedunia dan Penghapusannya telah diputuskan Majelis Umum PBB pada 17 Desember 2007 untuk dikenang setiap tahunnya.

Perayaan ini bertujuan untuk menyerukan pembetukan program penjangkauan untuk memobilisasi lembaga-lembaga pendidikan, masyarakat sipil dan organisasi-organisasi lain. Gunanya yaitu untuk menanamkan perdaganan generasi mendatang "penyebab, konsekuensi dan pelajaran dari perdagangan budak trans-Atlantik, dan untuk mengkomunikasikan bahaya rasisme dan prasangka.

Beberapa fakta tentang perbudakan dalam setiap sektor industri dan sejumlah pendapatan atas keuntungan illegal yang diperkirakan setiap tahun. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) memperkirakan terdapat keuntungan ilegal sebesar USD $ 150 miliar setiap tahun. Hampir setiap industri, terdapat tenaga kerja yang statusnya disetarakan dengan budak.

Harapan terkait dengan Peringatan Hari Internasional Untuk Mengenang Perdagangan Budak dan Penghapusannya, dengan berharap agar Indonesia berupaya untuk mengatasi permasalahan perbudakan, perlu kerja sama antara pemerintah, korporasi, dan masyarakat karena ini adalah masalah bersama.

Beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain; Pertama, pemerintah perlu memantau agar mereka mau menegakkan hukum yang mengatur perbudakan. Kedua, perlu dibentuk badan khusus yang memantau dan menangani kejahatan perbudakan, dan menyediakan layanan bagi korbannya. Ketiga, melakukan edukasi dan memperkuat literasi tentang perbudakan. Keempat, memberi akses dan keberanian pada masyarakat untuk melaporkan praktik-praktik perbudakan.  Kelima, penegakan hukum yang konsisten. Keenam, meratifikasi dan melaksanakan protokol dan konvensi global yang mengatur tentang perbudakan.

Hak Cipta © 2020 Universitas MH Thamrin.  Jl. Bangka Raya No. 2 Mampang, Jakarta, Indonesia. (021) 7192206

  • Instagram
  • YouTube
  • Twitter
bottom of page